al-Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad


Beliau al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad, Awliya Allah yang dilahirkan di kota Gaidun, Hadramaut pada tahun 1838 M, kemudian hijrah ke Indonesia dan menjadi keberkahan bagi warga Tegal. Khususnya dikarenakan datangnya beliau berdakwah di Tegal hingga akhir hayatnya ia dimakamkan di kompleks pemakaman Kauman atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama makam al-Haddad, tepatnya di Desa Kraton, Tegal Barat. 
Nasab beliau:
  1. Al Habib Muhammad bin 
  2. Thohir bin 
  3. Umar bin 
  4. Abubakar bin 
  5. Ali bin 
  6. Alwi bin 
  7. Abdullah (shahibur ratib) Al-Haddad bin 
  8. Alwi bin 
  9. Muhammad bin 
  10. Ahmad bin 
  11. Abdullah bin 
  12. Muhammad bin 
  13. Alwi bin 
  14. Ahmad bin 
  15. Abubakar bin 
  16. Ahmad bin 
  17. Muhammad bin 
  18. Abdullah bin 
  19. Ahmad bin 
  20. Abdurrahman bin 
  21. Alwi 'Ammal Faqih bin 
  22. Muhammad Shahib marbath bin 
  23. Ali Khali Qatsam bin 
  24. Alwi bin 
  25. Muhammad bin 
  26. Alwi Ba'Alawy bin 
  27. Ubaidullah bin 
  28. Ahmad Al-Muhajir bin 
  29. Isa ar-Rumi bin 
  30. Muhammad an-Naqib bin 
  31. Ali al-Uraidhi bin 
  32. Ja’far ash-Shadiq bin 
  33. Muhammad al-Baqir bin 
  34. Ali Zainal Abidin bin 
  35. Imam Husein as-Sibth bin 
  36. Ali bin Abi Thalib kw. suami dari Fatimah az-Zahra binti 
  37. Rasulullah Muhammad SAW
Sanad keturunan beliau termasuk suatu silsilah dzahabiyyah, sambung-menyambung dari ayah yang wali ke kakek wali, demikian seterusnya sampai bertemu dengan Rasulullah SAW. Ayah beliau Al-Habib Thohir bin Umar al-Haddad adalah seorang ulama besar di kota Gaidun, Hadramaut. Al-Habib Thohir banyak membaca buku di bawah pengawasan dan bimbingan ayah dan kakek beliau, sehingga diberi ijazah oleh ayah dan kakeknya sebagai ahli hadist dan ahli tafsir.
Ayah Beliau, al-habib Thahir bin Umar al-Haddad mempunyai kedudukan yang tinggi dikalangan Sa'dah Ba 'Alawy . Beliau adalah salah satu A'ya-tun min A-yatillah. Tanda keagungan Allah Ta’ala . Tidak pernah waktu beliau terlepas dari Dzikrullah . Para penduduk Gaidun Hadromut , mengenal beliau sebagai sosok yang suci , tiada pernah terlihat melakukan kemaksiyatan barang satu kali pun.
Wajah beliau memancarkan kewibawaan, yang jika beliau perintahkan siapapun untuk melakukan sesuatu, maka mereka akan melakukannya. Dan jika beliau perintahkan untuk tidak melakukan sesuatu mereka pasti tidak akan melakukannya pula.
Sebagaimana para sejarawan menggambarkan wajah Baginda Nabi SAW yang bercahaya laksana purnama, maka dalam wajah al Habib Thahir juga bersinar laksana rembulan senja. Syaikh Abi Bakar bin Said al Khothib berkata :
“ Dahulu , aku merasa terheran–heran dengan ungkapan para ulama yang menyebutkan wajah Nabi SAW itu laksana rembulan. Aku anggap sulit dan sangat jauh menyandingkan warna kulit anak manusia dengan warna cahaya rembulan. Sampai suatu saat aku melihat hidung al Habib Thahir yang menyeruak di jendela masjid, aku kira cahaya putih di jendela itu adalah rembulan. Akupun berpikir, bagaimana bisa rembulan terlihat di tempat ini? 
Baru sesudah aku mendekat dan aku amati dengan seksama, ternyata cahaya itu adalah hidungnya al Habib Thahir …! “
(jika saja cucu turunan Nabi SAW saja bercahaya apalagi Baginda Nabi SAW)
Al Habib Thahir bin Umar ini dihitung sebagai salah satu Qhutubuz Zaman di masanya. Kekuatan ibadah beliau sudah bukan  menjadi rahasia lagi . Al Habib Ahmad bin Hasan al Aththas berkata : “Sesungguhnya Rasulullah SAW itu merasa bersyukur dengan ibadah-ibadahnya al Habib Thahir.”
Al Habib Husain bin Muhammad Al Habsyi, Mufti Syafi’iyyah di kota Makkatul Mukarramah berkata : 
“Sesungguhnya sifat seorang lelaki yang di sebutkan dalam Hadits Mi’raj , sangat cocok dengan keadaan Al Habib Thahir . Yakni ucapan baginda Nabi SAW :
“ Kemudian aku melihat seorang lelaki yang tersamarkan di antara cahaya ‘Arsy , akupun bertanya : “ Siapakah gerangan malaikat ini ? “
 “ Bukan , dia bukanlah seorang malaiikat. “
Aku kemudian bertanya :
“ Seorang Nabi kah dia ?
Terdengar jawaban olehku :
 “ Bukan , dia bukanlah seorang Nabi . “
  Maka akupun bertanya : “ Lalu siapakah gerangan dia ?”
Terdengar jawaban :
” Ini adalah seorang lelaki yang ketika hidup di dunia, lisannya selalu basah dengan Dzikrulloh, Hatinya tertambat ke dalam Masjid … “
Al Habib Thahir nyaris seluruh waktunya ada di dalam masjid . Mulai pagi hingga malamnya . Sepertiga malam terahir  beliau sudah masuk kedalam masjid , pulang ke rumah sebentar saat dhuha , dhuhur kembali ke masjid dan baru pulang sesudah isya'. Begitu keseharian beliau bahkan di akhir-akhir umur beliau pun demikian.
Beliau pun sangat erat hubungan ruhaniyyah-nya dengan Syaikh Said bin Isa al Amudiy . Nyaris setiap selesai shalat berjama’ah di masjid, kemudian beliau berziarah di Qubah Syaikh Al Amudi .
Sering kali beliau di minta pendapat seseorang mengenai suatu perkara penting , dan beliau menjawab :
 “ Tungggu , akan aku minta pendapat dari Syaikh Said al Amudi dahulu… “ 
Dan beberapa waktu kemudian beliau berkata :
“ Syaikh berkata demikian , demikian …”
Demikian ini menjadi tidak aneh jika melihat kenyataan bahwa Al Habib Thahir seringkali berjumpa dengan Syaikh dengan Yaqodhoh , keadaan terjaga .
Dalam kehidupan lahiriyyah, Al Habib Thahir belum pernah pergi menunaikan ibadah Hajji . Salah seorang penduduk Gaidun pernah mendengar beliau berkata :
“ Sangat ingin diriku dapat pergi ke Tanah Suci  menunaikan Haji .”
“ Bukankah dalam dimensi arwah , tuan telah berkali-kali melakukannya ? “ Sanggah orang itu .
“ Benar “ Jawab beliau .” Namun kami ingin melakukannya dengan cara  lahiriyyahnya . “
Namun salah seorang penduduk Gaidun pernah melihat Ka’bah berada di arah kiblat rumah beliau. Dia bertanya : “ Ada apa geranngan ini ? “
Seseorang menjawab : 
“ Itu adalah Ka’bah yang datang berziarah ke rumah Al Habib Thahir . “
Mengingatkan  terhadap Syaikh Abdul Qadir al Jailaniy yang berkata :
“ Kullu quthbin yatu_fu bil Bayti .#
Wa anal al Baytu Tho'ifun bi khiya'mi .
Setiap wali quthub mereka bertawaf di sekeliling Ka’bah #
Dan aku ini , Ka’bah lah yang berthawaf mengelilingi kemahku “
Keagungan al habib Thahir ini adalah salah satu puncak keagungan para Auliyaillah . Meskipun demikian , ketakjubannya tidak berhenti disitu saja . Beliau berkata :
“ Semua orang, maqam kedudukan yang dimiliki seorang ayah tidak dapat di-tandingi oleh anaknya , kecuali aku. Sesungguhnya maqam kemuliyaan anakku  jauh melebihi maqam kemuliyaan diriku .”
Siapakah anak beliau yang dimaksud ? Tiada lain adalah Sayyidinal Habib Muhammad bin Thahir bin Umar al Haddad .
Seorang Shulthanul Auliya yang makamnya di Kota Tegal Jawa Tengah .Tentu ini sebuah berkah kemuliyaan untuk para penduduk kota Tegal khususnya , dan negeri Indonesia pada umumnya.
Image may contain: 5 people, indoor
Mengenal al-Habib Muhammad bin Thahir Shahib Tegal juga menyeret kita untuk mengenal putra -putranya ;
Jika anda berziarah ke Gubah Empang Bogor, anda akan menziarahi dua tokoh besar . Pertama , Al 'Arif billah al Imam Abdullah bin Muhsin bin Muhammad al Aththas. Yang kedua adalah murid beliau dan putra al-Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, yaitu Al Arif Billah al Habib Alwy bin Muhammad al Haddad .
Al Habib Alwy terhitung sebagai keajaiban jamannya . Saat para tokoh sepuh Alawiyyin di Hadromut membicarakan sesuatu yang penting , salah seorang dari mereka bertanya : 
" Siapakah yang pantas menjadi pemimpin para Alawiyyin ?"
Maka menjawablah Al Habib Husain bin Hamid al Mukhdhor  :
 " Yang pantas memegang pimpinan alawiyyin saat ini adalah Alawiy bin Muhammad al Haddad "
Kebesaran  al habib Alwi ternyata terlihat dari keseluruhan sikap dan sifat beliau yang mulia. Kewara'an beliau . Kedermawanan beliau . Ketawadhu'an beliau bahkan sampai membuat beliau secara pribadi ' merasa ' tidak mampu untuk menjadi Imam shalat siapapun.
Begitu rendah hatinya sampai - sampai beliau lebih memilih menjadi makmum dari Imam yang masih kecil umurnya, dibanding  menjadi imam shalat siapapun selama hidupnya
.
Al Allamah Al Habib Salim bin Jindan BSA di dalam Khulashotul Ka_fiyah menuturkan keadaan al Habib Alwy, gurunya :
" Beliau shalat berjamaah di rumahnya  , walaupun hanya bersama anak - anak dan istrinya sendiri , dan beliau tidak pernah shalat sendirian sama sekali .
Beliau tidak pernah menjadi imam shalat siapapun sama sekali. Selama hidupnya beliau senantiasa menjadi makmum , meskipun Imamnya seorang anak kecil sekalipun ... "
Seseorang yang agung, yang suci laksana Malaikat seperti itu bagaimana bisa mendapatkan ketawadhu'an  yang sedemikian rupa , sementara banyak orang -orang kotor dan rendah hina seperti kita , bagaimana dapat merasa pantas ada di depan orang - orang ????
Benar juga , khaliyah (keadaan spiritual) kita tidak benar - benar dapat naik tinggi keatas karena kita memang belum pantas mendapatkannya. Rasulullah SAW bukankah pernah berkata  :
" Man Tawadh dho'a rofa'ahulloh ... Siapa gerangan yang bertawadhu' , maka Allah akan angkat derajatnya .."
Habib Muhammad bin Thohir sendiri adalah seorang yang wali min auliya illah yang sebelumnya banyak belajar dari kakeknya dan ulama hadramaut hingga dikenal sebagai ulama besar yang menjadi rujukan di zamannya. Tidak hanya Ayah dan beliau sendiri, putra-putranya pun harum namanya dengan pangkat kewalian yang masyhur yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad (1299 H- 1373 H) yang dimakamkan di Kramat, Empang, Kota Bogor dan adiknya Al-Habib Husein bin Muhammad Al Haddad (1302 H-1376 H) yang sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di Tuban dan Jombang, Jawa Timur tetapi pada akhir umur, beliau dimakamkan di samping makam ayahandanya.
Dalam perjalanan hidupnya, Habib Muhammad juga sukses sebagai saudagar. Bila berkunjung ke suatu tempat, beliau membawa 40 pembantunya untuk memikul berbagai keperluan untuk menjamu penduduk kota, “Bukan Habib Muhammad yang menjadi tamu, justru orang kota yang menjadi tamunya.” Ujar Habib Abdullah bin Hasan bin Husein Al Haddad, cicit beliau.
Ketika berumur 47 tahun, beliau bersama dua anaknya berkunjung ke Indonesia. Selama 45 hari, beliau berdakwah dan berdagang di berbagai kota; namun kemudian jatuh sakit dan meninggal di kota Tegal pada 18 Rajab tahun 1885 M. beliau dimakamkan di pemakaman Kauman, yang kelak disebut Makam Al Haddad. Dua anaknya, Habib Husein dan Habib Alwi, masing-masing meninggal di Jombang dan di Bogor
Habib Alwi Al Haddad di makamkan di Kramat Empang Bogor.
Habib Husin Al Haddad di makamkan di Tegal.
Haul Al Habib Muhammad bin Thohir Al Haddad pertama kali diselenggarakan oleh Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi (1265 H-1337 H), Surabaya, Guru yang banyak membentuk karakter kedua putra Al-Habib Muhammad bin Thohir Al Haddad. Semoga berkah ilmu dan teladan beliau senantiasa menyelimuti masyarakat Tegal khususnya dan Muslimin pada umumnya dan akan dikenang selalu dengan senantiasa mempelajari sejarah beliau dan mengamalkan ajaran dan akhlaq beliau.

Makam al-Imam al-Quthb al-Habib Muhammad bin Thohir al-Haddad dan putranya al-Habib Husain bin Muhammad bin Thahir al-Haddad
Inilah salah satu makam tokoh Islam setempat yang layak Anda masukkan dalam daftar kunjungan wisata ziarah. Makam Al-Haddad merupakan salah satu tempat di Kota Tegal yang banyak dikunjungi peziarah. Di sinilah dimakamkan Habib Muhammad bin Thohir al Hadad, Seorang tokoh Islam Kharismatik.
Habib Muhammad bin Thohir al Hadad merupakan salah seorang tokoh penting penyebar agama Islam di wilayah pesisir panturan, terutama Tegal dan sekitarnya. Sepanjang hidupnya, waktunya banyak dihabiskan untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat setempat. Hingga akhir hayatnya, Habib Muhammad bin Thohir al Hadad tinggal di Tegal dan dimakamkan di Desa Kraton, Kauman, Tegal Barat,
Untuk mengenang jasanya, setiap tahun digelar peringatan Haul Al Imam Al Qutub Al Habib Muhammad bin Thohir al Hadad. Ribuan orang memadati tempat acara haul berlangsung dan memanjatkan doa untuk Habib Muhammad bin Thohir al Hadad. Anda ingin menyaksikan betapa besar pengaruh Habib Muhammad bin Thohir al Hadad semasa hidupnya, menghadiri haul merupakan waktu terbaik untuk membuktikan betapa besar pengaruh beliau di kota ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian dan Manfa’at Manaqib