Habib
Ahmad Bin Alwi Al Haddad adalah seorang yang memiliki khoriqul a’dah
yaitu diluar kebiasaan manusia umumnya atau disebut dalam bahasa
kewalian “Majdub” atau disebut dengan ahli Darkah maksudnya disaat orang
dalam kesulitan dan sangat memerlukan bantuan maka beliau muncul dengan
tiba-tiba. Habib Kuncung lahir di Gurfha, Hadramaut, Tarim pada tanggal
26 syaban 1254 H dan beliau belajar kepada ayahanda beliau sendiri Al
habib Alwi Al Haddad dan belajar pula kepada Al habib Ali Bin Husein Al
Hadad, Hadramaut. Di Indonesia beliau belajar kepada Al Habib
Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi (ayah Habib Ali Kwitang yang makamnya
memancarkan air ketika hendak di gusur, Cikini) dan kepada Habib
keramat Empang Bogor, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas. Oleh
gurunya, Habib `Abdullah bin Mukhsin al-`Aththas, beliau dipanggil
dengan panggilan “Habib Kuncung” kerana kopiah kuncung yang selalu
dipakainya. Maka terkenallah beliau dengan gelaran tersebut.Karena
sering memakai kopyah atau topi yang menjulang keatas (kuncung; bahasa
Jawa) maka beliau digelari Habib Kuncung.
Tidak
diketahui tanggal yang pasti kedatangannya di Indonesia. Beliau
mula-mula tiba di Timor, Kupang. Di sini ia tinggal sementara dan kawin
dengan puteri di kota itu yang bernama Syarifah Raguan Al-Habsyi. Dari
perkawinannya ia memperoleh anak yang bernama Muhammad. Setelah lebih
kurang 6 tahun ia tinggal dikota itu lalu ia berangkat ke Jawa. Tiba di
Jakarta dan menetap di Kali Bata kira-kira 10 tahun.
Dikala
beliau dewasa beliau didatangi oleh Rasulullah SAW yang akhirnya beliau
ziarah ke Madinah, selanjutnya dalam bisyarah beliau disuruh ke Pulau
Jawa oleh Nabi SAW.
Beliau terkenal sebagai
seorang wali ahlud darkah yang dianugerahkan dengan berbagai karamah
yang khawariqul adah. Di antara perkara yang ganjil yang sering berlaku
adalah beliau sering muncul dengan tak semena-menanya dalam
majlis-majlis di mana nama beliau disebut. Dalam majlis-majlis ulama,
beliau sering diminta untuk menjadi pembaca kitab-kitab salaf kerana
beliau memiliki suara yang lantang, menguasai bahasa Arab dan berilmu
tinggi. Sungguhpun demikian, Habib Kuncung sentiasa bersikap tawadhu`
dan khumul. Sebagaimana beliau muncul dalam sesuatu majlis, maka
begitulah juga beliau menghilangkan dirinya dengan tiba-tiba dari majlis
tersebut tanpa disedari orang. Itulah antara sikap beliau yang sentiasa
menghindarkan diri dari kemasyhuran.
Dalam
suatu cerita yang didapat dari Al Habib Husein Bin Abdullah Bin Mukhsin
Al Attas beliau menuju ke Lombok kemudian menikah dan memiliki seorang
anak, didalam satu riwayat, di Bogor ketika beliau menziarahi guru
beliau, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas, waktu itu Al Habib
Abdullah Bin Mukhsin sedang sarapan pagi tiba-tiba Habib yang
berkharismatik tinggi yang bermagam mulia ini tersenyum, lalu ditanya
oleh murid beliau, Al Habib Alwi Al Haddad, “Ada apa dikau tersenyum
wahai guruku yang mulia?” “Lihatlah ya Alwi, itu Ahmad sedang
menari-nari,” seru beliau. Habib Alwi pun melihatnya seraya beliaupun
tersenyum, “Apakah kau lihat ya Alwi?” seru Habib Keramat Empang , “Apa
wahai guruku?” tanya habib Alwi, beliau menjawab, “Ya Alwi, itu habib
Ahmad menari-nari dengan bidadari.”
Kecintaan
habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad (habib Kuncung) bagai ayah dan anaknya
sehingga dimanapun ada habib Abdullah Bin Mukhsin pasti di situ ada
habib Ahmad.
Identitas
yang melekat pada dirinya adalah pedagang. Berdagang memang sudah
beliau dilakukan saat beliau masih muda. Posisi inilah yang membuatnya
mengenal wilayah Asia tenggara saat beliau berdagang sampai ke
Singapura. Habib Kuncung pedagang yang lumayan sukses di Singapura.
"Beliau
sampai memiliki peninggalan harta benda yang di tahun 20an lalu senilai
dengan harga 30 rumah disini." Ujar Habib Salim bin Ahmad, salah satu
kerabatnya di Kalibata.
Mobilitas
dirinya sebagai pedagang juga yang membuatnya menginjak Tanah Bugis dan
memperoleh istri disana. Namun tak ada yang mengenal siapa istri Habib
Kuncung itu. Dari perkawinan tersebut diketahui lahir seorang putra
bernama Muhammad yang kemudian mewarisi harta peninggalan Habib Kuncung
di Singapura. Namun sayang Habib Muhammad kemudian meninggal dunia
hingga terputuslah garis keturunan Habib Kuncung.
Habib
Kuncung selalu hidup berpindah-pindah. Tak ada yang dapat memastikan
Habib Kuncung menetap disatu tempat tertentu. Beliau hadir dan pergi
sesukanya. Hanya, beliau memiliki tempat singgah di Kampung Melayu,
yakni rumah seorang pegawai gubernuran Batavia yang menjadi temannya. Beliau juga pernah tinggal di Bogor di rumah Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad.
Habib
Kuncung sering muncul di Majelis ulama kalangan Habaib di Jakarta yang
dipusatkan di Kediaman Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Namun beliau dikenal
masyarakat Bogor, karena banyak menghabiskan waktu disana.
Hidupnya
yang bergaya pengembara membuat tak banyak orang mengetahui sejarahnya
secara persis. Beliau hadir dan dikenal masyarakat sebagai seorang ulama
yang misterius tapi berilmu tinggi. Banyak orang yang apabila mengalami
masalah berat menghadap kepadanya dan meminta nasihat maupun fatwa,
jika kebetulan dapat bertemu, Habib Kuncung pasti memberikan nasihat
yang merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits. Beliau menunjuki pokok-pokok
penyelesaian beserta literaturnya dan kemudian menyuruh si peminta fatwa
mengecek serta mengkajinya sendiri. Jika para ulama berkumpul dan
membaca sebuah kitab, selalu Habib Kuncung yang membaca kitab itu,
karena suaranya yang bagus serta penguasaan bahasa arabnya yang tinggi.
Belakangan,
karena kadang-kadang bersikap nyentrik dan tak biasa, Habib Kuncung
dianggap gila. Tapi ini diyakini merupakan hal yang disengaja karena
beliau tak ingin dilebih-lebihkan orang. Saat itu beliau memang sudah
mulai menunjukkan beberapa "kelebihannya". Pernah satu ketika para ulama
berkumpul di Kwitang. Mereka ingin melakukan perjalanan ke Cirebon
memenuhi sebuah undangan. Saat itu Habib Kuncung agak terlupakan hingga
tidak ikut rombongan ke stasiun. Para ulama berangkat pada pukul 7.30
pagi. Sesampainya di stasiun Cirebon, ternyata para ulama menemukan
Habib Kuncung sudah disana. Ketika ditanya, beliau mengaku sudah berada
di stasiun itu sejak pukul 7.30. rupanya ketika rombongan ulama
berangkat ke stasiun, naik kereta menuju Cirebon, Habib Kuncung juga
berangkat ke Cirebon tapi dengan caranya sendiri.
Pernah
pula suatu ketika Habib Kuncung membakar sampah dalam lubamg besar,
disekitar lubang itu terdapat pohon pisang. Rupanya pohon pisang itu
sengaja ditanam orang. Terang saja, melihat lubang sampah itu dibakar,
pemilik pohon pisang marah besar kepada Habib Kuncung. Habib Kuncung
hanya diam hingga api itu padam. Ternyata pohon pisang itu tak ada yang
mati, bahkan kemudian malah lebih bagus tumbuhnya.
Karomahnya
yang lain; setipa kali Habib Kuncung memakai jasa tukang delman, delman
itu pasti pulang lebih awal karena setoran menjadi mudah tercukupi.
Kusirnya juga akan pulang dengan uang yang lebih dari biasanya. Makanya
banyak sekali tukang delman yang mengharap-harap agar delmannya dinaiki
Habib Kuncung.
Sekalipun
bersikap aneh dan selalu muncul – menghilang, orang-orang mengenang
Habib Kuncung sebagai pribadi terhormat yang saleh. Hal-hal yang
dilakukannya merupakan satu bentuk ketawadukan. Beliau tak ingin orang
memuja-muja dirinya dan punya pikiran macam-macam. Beliau ingin dikenal
sebagai orang biasa saja. Begitu tawaduknya Habib Kuncung, beliau tak
pernah mau menerima hadiah, baik uang maupun pakaian. Beliau hanya ingin
dapat tampil seperti biasa, apa adanya. Sekalipun begitu tak ada orang
yang meragukan kapasitas Habib Kuncung sebagai Waliyullah. Makanya
setelah wafat beliau mendapat kehormatan sedemikian rupa. Beliau juga ahli darak (saat-saat orang dalam kesulitan atau sangat memerlukan bantuan beliau muncul dengan tiba-tiba).
Sekarang
masih banyak orang menziarahi makam Habib Kuncung, di Kalibata, Jakarta
selatan. Orang dapat merenungkan kembali mengenai hidup yang harus
dijalani dengan tawaduk dan kesalehan yang utuh.
Akhir-akhir
masa sebelum wafatnya Al Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad tak
habis-habisnya beliau menyenangi hati seorang gurunya, sesampainya
beliau ditinggal oleh guru kesayangannya, akhirnya pada tahun 1345 H
tanggal 29 Syaban sekitar tahun 1926 M pada usia 93 tahun beliau, Al
Habib Ahmad Bin Alwi Al Haddad, kembali ke rahmatullah dan di makamkan
atau dikubur di pemakaman keluarga Al Haddad Kalibata, Jakarta Selatan
dan setiap hari Minggu ketiga bulan Rabiul Awal diadakan peringatan
Maulid Nabi di pemakaman beliau bada Ashar.
Kompleks
makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau Habib Kuncung terletak di
pinggir jalan Rawajati, Kalibata dan terletak di pojok diseberang sungai
Kalibata terjaga dengan baik dan sangat bersih. Memasuki komplek
tersebut, berdiri sebuah Mesjid besar bernama Mesjid At Taubah yang
sekarang sedang direnovasi dan makam Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad atau
Habib Kuncung berada di sisi kiri Mesjid At Taubah.
( Al-Kisah no. 13 / Tahun II / 21 Juni- 4 Juli 2004)
Komentar
Posting Komentar