Al-Habib Sholeh bin Abdullah Assegaff
Mengenang Guru yang Shalih
Habib
Sholeh adalah seorang pengajar yang mumpuni. Seorang guru yang shalih
dan menjadi teladan bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya.
Mushalla
Al-Barakah di Kebon Syarif, Jalan Bahagia, Cirebon, telah dipadati
jamaah dari berbagai wilayah sekitarnya, Sabtu pagi (18/2). Mereka
datang untuk memperingati haul ke-5 Ustadz Saleh, sebutan lain untuk
Habib Sholeh, seorang ulama yang di masa hidupnya dikenal sebagai tokoh
karismatik dan memiliki pengaruh yang sangat besar di wilayah Cirebon
dan sekitarnya.
Tepat pukul 09.00, acara
dimulai dengan pembacaan tahlil oleh Habib Abdurrahman Al-Kaff, yang
kemudian disambung dengan pembacaan maulid Simthud Durar. Habib yang
hadir dan turut membaca kitab maulid karya Habib Ali bin Muhammad
Al-Habsyi itu, antara lain, Habib Muhammad bin Syekh bin Yahya, Habib
Abdullah Fauzi Assegaff (putra sulung Habib Sholeh), Habib Utsman bin
Yahya (saudara seibu Habib Sholeh), Habib Ahmad bin Yahya.
Mengawali
acara haul, Habib Abdullah Fauzi, shahibul haul, menyampaikan terima
kasih atas kehadiran jamaah pada acara haul yang sebagian datang dari
Jakarta. Habib Idrus bin Hasyim Alatas dari Jakarta tampil memberi
mau’izhah hasanah. Ia menyampaikan pentingnya keutamaan mendoakan
orang-orang yang sudah meninggal. ”Doa yang ditujukan untuk orang
meninggal (doa untuk arwah) pasti sampai, sebagaimana firman-Nya, ’Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami,
ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu
dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’.” (QS Al-Hasyr: 10).
Dalam
kesempatan itu Habib Idrus juga menjelaskan pentingnya memperingati
haul. “Memperingati haul ini mengingatkan kita kembali kepada sosok
seorang pendidik yang ikhlas. Habib Sholeh telah menciptakan dan
meninggalkan sesuatu yang sangat bermanfaat, dimulai sedikit demi
sedikit dari madrasah yang diasuhnya. Mudah-mudahan madrasah yang ia
tinggalkan ini tidak dibisniskan. Sebab sekarang pendidikan sudah
dibisniskan,” katanya.
Sejak muda hingga akhir
hayatnya, Habib Sholeh memang dikenal sebagai seorang pendidik dalam
arti yang sesungguhnya. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk
berbagai aktivitas mendidik masyarakat, baik melalui madrasah yang
dipimpinnya, majelis-majelis taklim yang diasuhnya, maupun dakwah-dakwah
yang disampaikannya di berbagai tempat – baik di wilayah Cirebon dan
sekitarnya maupun di daerah-daerah lain. Melalui ceramahnya yang
berlangsung satu jam itu, Habib Idrus juga mengajak jamaah untuk kembali
menggiatkan shalat Subuh berjamaah.
Haul
kelima Habib Sholeh ini ditutup dengan doa oleh Habib Muhammad bin Syekh
bin Yahya, pengasuh Pondok Pesantren Jagasatru yang juga ketua MUI
Kodya Cirebon. Selesai acara, jamaah dijamu dengan hidangan nasi kebuli
sebagaimana kelaziman pada acara-acara yang diadakan di tempat habaib.
Hidup Sederhana
Habib
Sholeh bin Abdullah Assegaff dilahirkan pada tahun 1925 di Kampung
Kebon Syarief, kota Cirebon. Ia putra pasangan Sayyid Abdullah bin
Abdurrahman Assegaff dengan Hj. Siti Aminah binti H. Ibrahim.
Ayahandanya wafat ketika ia berusia sekitar lima tahun.
Masyarakat,
khususnya yang berada di wilayah III Cirebon dan Jawa Barat pada
umumnya, lebih mengenalnya dengan panggilan Ustadz Saleh daripada Habib
Sholeh bin Abdullah Assegaff. Sebab, sejak berusia 16 tahun ia menjadi
guru di Madrasah Diniyah Al-Islamiyah Darul Hikam, sebuah madrasah atau
sekolah agama resmi yang pertama sekali didirikan di kota Cirebon.
Sekolah ini didirikan tahun 1910 oleh tokoh-tokoh agama dari kalangan
keturunan Arab, khususnya kalangan Alawiyin.
Sejak
kecil Ustadz Saleh hidup penuh dengan kesederhanaan. Pada usia 12 tahun
ia menyelesaikan sekolah Madrasah Diniyah Ibtidaiyah. Setelah itu
bermaksud melanjutkan sekolah ke Jakarta atau Bandung, tetapi tak jadi
diteruskan karena tak tega harus tinggal terlalu jauh dengan ibundanya
yang hidup seorang diri. Akhirnya ia memutuskan belajar di Pesantren
Babakan, Ciwaringin, Cirebon. Ia sempat juga menimba ilmu di berbagai
pondok pesantren sekitar Babakan (Palimanan, Kempek, Balerante, dan
lain-lain) sambil muthala’ah (mengkaji ilmu sendiri) dengan tekun.
Setiap
hari Jumat ia pulang ke Cirebon untuk menjenguk sang ibu dan menyiapkan
bekal seadanya. Tetapi ini tidak berlangsung lama dan akhirnya ia
memutuskan untuk tinggal bersama ibunya di rumah. Di samping itu, ia
juga membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan kakeknya, Habib Abdurrahman
bin Muhammad Assegaff, dan pamannya, Habib Muhammad bin Abdurrahman
Assegaff.
Sejak muda Ustadz Saleh telah ikut
dalam majelis-majelis rauhah bersama orang-orang tua. Dari berbagai
majelis taklim itulah ia banyak belajar bahasa Arab. Jadi, di samping
belajar di sekolah dan belajar sendiri, ia banyak menimba ilmu bahasa
Arab dari pergaulan. Kemampuan bahasa Arabnya yang sangat bagus
membuatnya tidak minder bergaul dengan orang-orang tua. Ia pun menguasai
bahasa Jawa dan Sunda dengan bagus. Lebih dari itu, penuturan bahasa
Indonesianya juga baik, tidak terpengaruh logat dan dialek bahasa
daerah.
Di madrasah tempatnya mengabdi,
Madrasah Darul Hikam, ia terutama mengajar pelajaran-pelajaran bahasa
Arab, seperti nahwu, sharaf, lughah, insya’, imla’. Selain itu juga
pelajaran sejarah, baik sejarah Islam maupun sejarah umum, dan juga
pelajaran akhlak yang diambil dari kisah-kisah para nabi, sahabat,
tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan lain-lain. Bahkan, ia juga mengajarkan
lagu-lagu Islami dan lagu-lagu yang bernuansa perjuangan. Untuk
keperluan mengajar, ia memiliki kebiasaan yang bagus, yakni selalu
membuat diktat yang ia tulis sendiri, baik dengan tulisan tangan maupun
ketikan.
Ustadz Saleh dikenal sebagai seorang
yang tekun mengajar. Pagi hari ia mengajar di Darul Hikam, sedangkan
siangnya di Madrasah Muallimin. Di samping itu juga mengajar di SMP
Muhammadiyah, yang tak jauh dari Darul Hikam.
Gemar Membaca
Semasa
muda, Ustadz Saleh berdagang batik bersama kawannya, Ustadz Hasan
Bayasut. Ia pun pernah bekerja menulis Al-Quran untuk Percetakan
Al-Ma’arif, Bandung, dan menulis kitab Maulid Azab. Hiasan-hiasan khat
(kaligrafi) Arab juga sering dibuatnya, karena ia memang memiliki
kemampuan yang sangat baik dalam menulis tulisan Arab dengan berbagai
gaya tulisan.
Ustadz Saleh juga dikenal sangat
gemar membaca. Ia tidak hanya senang membaca kitab-kitab agama, baik
dalam bahasa Arab maupun yang lainnya, melainkan juga buku-buku
pengetahuan umum dalam berbagai disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan
agama.
Di sela-sela tumpukan kitabnya
ditemukan berbagai majalah, terutama majalah Islam. Meskipun ia tidak
pernah duduk di bangku kuliah, bahkan sekolah menengah pun tidak, salah
satu bacaannya di waktu muda, di tahun lima puluhan, adalah majalah
Media, majalah yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa
Islam. Beberapa nomor majalah ini edisi tahun 1957 dan 1958 masih
tersimpan rapi. Pada kulit mukanya dan halaman pertama terdapat nama dan
tanda tangannya disertai tanggal diterimanya majalah-majalah itu.
Ustadz
Saleh juga mengajar di IAIN Cirebon. Bahkan, ia termasuk yang
mempelopori pendiriannya dan terlibat dalam proses pengalihan status
dari Fakultas Tarbiyah UII Cirebon menjadi IAIN. Di sini ia mengajar
sebagai dosen bahasa Arab dan sejarah Islam. Ia diangkat menjadi dosen
IAIN Cirebon karena penguasaan bahasa Arabnya yang baik, dan juga
pengetahuan sejarah Islam yang luas.
Habib Sholeh wafat pada 13 Muharram 1420 H/2000 M dan dimakamkan di kota Cirebon
|
Komentar
Posting Komentar