al-Habib Husein bin Muhammad bin Thohir Al - Haddad
Pada tahun 1329 H, di usia 27 tahun, beliau melakukan
perjalanan ke Pulau Jawa. Di Pulau Jawa saat itu masih banyak dihuni
kaum Sholihin, seperti ayahnya sendiri Habib Muhammad bin Thahir
Al-Haddad yang pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw dalam keadaan
jaga, juga saudaranya yang shaleh, Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad
(Tegal), lalu Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib
Abdullah bin Muhsin Al-Aththas (Bogor), Habib Ahmad bin Abdullah bin
Thalib Al-Aththas (Pekalongan), Habib muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar
(Bondowoso), Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya (Surabaya), Habib
Abdullah bin Ali bin Hasan Al-Haddad (Bangil) dan Imam yang bertindak
sebagai Khalifah para salaf, Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar
Assegaf (Gresik).
Di antara beliau dan saudara kandungnya Habib Alwi terjalin ikatan cinta yang sangat kuat. Masing-masing sangat memelihara hak saudaranya. Apabila Habib Husein hendak berpisah setelah berbicara dengan kakaknya, beliau berjalan mundur sehingga tidak membelakangi kakaknya. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf berkata : "Aku belum pernah melihat persaudaraan seperti 'Alwi dan Husein. Masing-masing lebih mengutamakan urusan saudaranya daripada urusannya sendiri. Apabila meminta doa', masing-masing menyebut nama saudaranya, dan tidak menyebut namanya sendiri."
Jika tidur di rumah kakaknya, Habib Husein tidak pernah tidur di atas ranjang karena takut posisinya lebih tinggi dari kakaknya.
Habib Alwi berkata tentang adiknya : " Aku berada dalam keberkatan Husein"
Habib Husein dan kakaknya mempunyai ikatan yang sangat kuat dengan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Mereka mendorong masyarakat agar menghadiri majelis dan rauhah Habib Abu Bakar . Apabila hadir di majelis Habib Abu Bakar, beliau selalu menundukkan kepala dan mengagungkan kedudukan Habib Abu Bakar, karena menyadari kedudukannya di sisi Allah swt.
Suatu hari Habib Husein berkata : "Habib Abu Bakar memegang maqam al-Quthb Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adani."
Pada kesempatan lain beliau berkata : "Habib Abu Bakar berada dalam maqam as-Syuhud. Beliau dapat melihat hakekat dari segala sesuatu."
Rumah Habib Husein di Jombang menjadi pusat tujuan orang-orang yang membutuhkan, yaitu : kaum faqir miskin, yatim, janda dan lain-lain. Setiap kali tampak tamu keluar dari rumahnya, tampak pula tamu lain yang datang berkunjung. Kedatangan mereka disambut dengan senyuman dan dilayani dengan penghormatan. Habib Husein menggembirakan mereka dan tidak lupa menyisipkan nasihat-nasihat yang berharga. Sehingga mereka yang datang dalam keadaan susah, pulang ke rumah dalam keadaan senang dan bahagia.
Beliau sangat memperhatikan urusan kaum muslimin dan budi pekerti mereka. Beliau menganjurkan mereka untuk saling bersilaturrahim, mendamaikan mereka yang bermusuhan, menganjurkan hartawan untuk bersedekah dan mengingatkan mereka bahaya bakhil dan kikir. Beliau selalu menganjurkan masyarakat untuk memperhatikan pendidikan agama. Pagi dan petang rumahnya tidak pernah sepi dari pengkajian kitab-kitab agama.
Demikianlah kehidupan Habib Husein, beliau banyak berdzikir dan bertafakur, serta tenggelam dalam berbagai ibadat dan kegiatan memikirkan umat. Sampai pada malam ahad, tanggal 21 Jumadil Awwal 1376 H, beliau meninggal dunia di kota Jombang pada Usia 74 tahun.
Setelah shalat ashar, jenazah beliau disholatkan oleh Habib Ahmad bin Gholib Al-Hamid dengan jamaah yang sangat banyak dari berbagai kota. Kemudian, berdasrkan wasiat dari beliau sendiri, jasad beliau dibawa ke kota Tegal untuk di kuburkan di samping makam ayahnya, Habib Muhammad bin Thahir, setelah sebelumnya dishalatkan lagi oleh jamaah yang banyak dari berbagai kota dengan Imam Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi.
Persahabatan Habib Husein bin Muhammad al-Haddad dengan Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi.
Ketika Abdul Qadir bin Umar Maulakheila mendengar kedatangan Habib Husein ke kota Solo dari Jakarta tak lama setelah kematian kakak beliau Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, ia segera pergi ke rumah Sa'id Umar Sungkar karena Habib Husein tinggal disana. Ia berniat untuk mengundang Habib Husein untuk menengok rumah barunya. Begitu sampai di rumah Sa'id Umar, sebelum ia sempat mengutarakan niatnya, Habib Husein berkata : Wahai Abdul Qadir, Insya Allah aku akan datang ke rumah barumu untuk mengucapkan selamat atas rumahmu yang penuh berkah itu."
"Itulah keinginan dan harapanku. Kedatanganku ini selain untuk menyambut kedatanganmu, juga untuk memintamu memuliakan rumahku. Namun, belum sempat kuutarakan niatku, engkau telah mengabulkan permintaanku. Semoga Allah swt membalasmu dengan kebaikan." Ucap Abdul qadir.
Hari selasa, Abdul Qadir mendengar bahwa Habib Husein berkunjung ke rumah Abdullah bin Salim Assegaf. Ia lalu pergi kesana untuk menghadiri majelis dan untuk menagih janji Habib Husein. Ketika melihat Abdul qadir, Habib Husein berkata, "Sebenarnya hari ini aku berniat ke rumahmu, tapi aku sudah terlanjur janji kepada seseorang."
"Ketika mengetahui engkau akan berkunjung ke rumah Abdullah bin Salim, aku yakin engkau akan mampir ke rumahku. Karena itu aku memberitahu Sayyid al-Walid Alwi bahwa engkau akan singgah ke rumahku. Sayyid al-Walid Alwi berkata bahwa beliau akan hadir dalam majelis di rumahku," kata Abdul Qadir.
"Jika demikian halnya, maka majelis yang akan dihadiri oleh Akh Alwi tidak dapat diganti (diqadha). Aku akan mengutus seseorang untuk menunda janjiku dengan orang tersebut."
Abdul Qadir lalu memberitahu Sayyid Alwi bahwa Habib Husein akan datang ke rumahnya. Beliau merasa senang lalu mengenakan pakaian lengkap dan pergi ke rumah Abdul Qadir. Beliau duduk menanti Habib Husein. Tak lama kemudian Habib Husein datang. Sayyid Alwi menyambutnya dengan penuh penghormatan. Beliau duduk bersila sangat dekat di hadapan Habib Husein. Sedang Habib Husein duduk seperti duduknya orang sedang attahiyat dalam shalat. Majelis berlangsung singkat, tapi sangat agung. Dari lisan keduanya hanya terdengar beberapa kalimat. Kadangkala suara keduanya terdengar terdengar keras. Para hadirin mendengarkan dengan penuh perhatian, tapi mereka tidak mengerti apa yang sedang mereka perbincangkan. Hanya saja, kebahagiaan yang dirasakan kedua habib ini meliputi semua yang hadir. Sesekali wajah keduanya berseri, senyum simpul tersungging di bibir. Keduanya tampak terlibat dalam pembicaraan yang penting tapi juga menyenangkan. Dari beberapa kalimat yang tertangkap, keduanya membicarakan hal dan kedudukan mulia para salaf yang saleh.
Ketika akan berpisah, seperti biasa, keduanya berpelukan cukup lama diiringi isak tangis yang membuat setiap orang yang menyaksikan terharu meskipun hati mereka telah membatu. Sayyid Alwi hendak bangkit untuk mengantarkan, tapi Habib Husein selalu menolak. Beliau bahkan melarang Sayyidi Alwi bangkit dari tempat duduknya. Habib Husein kemudian berjalan mundur. Beliau tidak mau membelakangi Sayyidi Alwi. Beliau tidak berpaling kecuali keluar dari pintu.
Selama dalam majelis keduanya saling merendahkan diri dan saling mengambil ilmu dan manfaat. Tidak diragukan bahwa ini adalah sifat kaum shiddiqin, kedudukan ahli tamkin, ahli ainul yaqin dan haqqul yaqin.
( Dikutip dari Buku menjemput Amanah )
Jombang dikenal sebagai tempat belajar
santri-santri dari berbagai pelosok Indonesia. Di kabupaten ini paling
tidak ada dua pondok pesantren yang dijadikan rujukan oleh
pesantren-pesantren salaf di Indonesia, yakni Pondok Pesantren Darul
Ulum (didirikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah) dan Pesantren Tebuireng
(didirikan oleh KH.Hasjim Asy’ari.). Tak heran jika kota Jombang,
menjadi rujukan kunjungan tamu-tamu baik ulama’ maupun auliya’ dari
berbagai belahan dunia. Mereka berkunjung untuk bertukar ilmu dan sambil
menyebarkan dakwah.
Kegemarannya menuntut ilmu berlanjut hingga usia remaja, di mana ia selalu menghadiri majelis-majelis ta’lim ulama-ulama. Tentu saja ulama-ulama yang ia datangi untuk menimba ilmu, terutama dari ulama-ulama yang suka beramal dan para wali yang saleh. Termasuk saat menunaikan haji dan berziarah ke makam datuknya, Nabi Muhammad SAW di Madinah, ia memanfaatkan kesempatan itu untuk bertemu muka dengan ulama-ulama terkenal dan ia banyak mengambil manfaat dan keutamaan dari mereka.
Beliau mengikuti majelis dan belajar
kepada para habaib tersebut. Beliau dekat dengan mereka dan mendapat
tempat di hati mereka, khususnya Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi.Kegemarannya menuntut ilmu berlanjut hingga usia remaja, di mana ia selalu menghadiri majelis-majelis ta’lim ulama-ulama. Tentu saja ulama-ulama yang ia datangi untuk menimba ilmu, terutama dari ulama-ulama yang suka beramal dan para wali yang saleh. Termasuk saat menunaikan haji dan berziarah ke makam datuknya, Nabi Muhammad SAW di Madinah, ia memanfaatkan kesempatan itu untuk bertemu muka dengan ulama-ulama terkenal dan ia banyak mengambil manfaat dan keutamaan dari mereka.
Di antara beliau dan saudara kandungnya Habib Alwi terjalin ikatan cinta yang sangat kuat. Masing-masing sangat memelihara hak saudaranya. Apabila Habib Husein hendak berpisah setelah berbicara dengan kakaknya, beliau berjalan mundur sehingga tidak membelakangi kakaknya. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf berkata : "Aku belum pernah melihat persaudaraan seperti 'Alwi dan Husein. Masing-masing lebih mengutamakan urusan saudaranya daripada urusannya sendiri. Apabila meminta doa', masing-masing menyebut nama saudaranya, dan tidak menyebut namanya sendiri."
Jika tidur di rumah kakaknya, Habib Husein tidak pernah tidur di atas ranjang karena takut posisinya lebih tinggi dari kakaknya.
Habib Alwi berkata tentang adiknya : " Aku berada dalam keberkatan Husein"
Habib Husein dan kakaknya mempunyai ikatan yang sangat kuat dengan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Mereka mendorong masyarakat agar menghadiri majelis dan rauhah Habib Abu Bakar . Apabila hadir di majelis Habib Abu Bakar, beliau selalu menundukkan kepala dan mengagungkan kedudukan Habib Abu Bakar, karena menyadari kedudukannya di sisi Allah swt.
Suatu hari Habib Husein berkata : "Habib Abu Bakar memegang maqam al-Quthb Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adani."
Pada kesempatan lain beliau berkata : "Habib Abu Bakar berada dalam maqam as-Syuhud. Beliau dapat melihat hakekat dari segala sesuatu."
Rumah Habib Husein di Jombang menjadi pusat tujuan orang-orang yang membutuhkan, yaitu : kaum faqir miskin, yatim, janda dan lain-lain. Setiap kali tampak tamu keluar dari rumahnya, tampak pula tamu lain yang datang berkunjung. Kedatangan mereka disambut dengan senyuman dan dilayani dengan penghormatan. Habib Husein menggembirakan mereka dan tidak lupa menyisipkan nasihat-nasihat yang berharga. Sehingga mereka yang datang dalam keadaan susah, pulang ke rumah dalam keadaan senang dan bahagia.
Beliau sangat memperhatikan urusan kaum muslimin dan budi pekerti mereka. Beliau menganjurkan mereka untuk saling bersilaturrahim, mendamaikan mereka yang bermusuhan, menganjurkan hartawan untuk bersedekah dan mengingatkan mereka bahaya bakhil dan kikir. Beliau selalu menganjurkan masyarakat untuk memperhatikan pendidikan agama. Pagi dan petang rumahnya tidak pernah sepi dari pengkajian kitab-kitab agama.
Habib Husain pertama kali
berkunjung ke Indonesia di kota Tuban. Namun di kota Tuban, tidak lama,
ia kemudian pindah lagi dan banyak menetap di kota Jombang. Kedua kota
ini menjadi saksi sebagai tempat tujuan para tamu dari seluruh pelosok
negeri. Ia dikenal ramah dan suka menolong pada orang lain, terutama
kaum fakir miskin. Bahkan tamu yang keluar masuk, siang dan malam selalu
diterima dengan senyuman muka, sambutan penuh cinta dan kasih. Ia pun
selalu memberi nasehat kepada mereka, oleh karenanya para tamu yang
hadir ke rumahnya sangat gembira dengan penghormatan dan nasehat yang
bermanfaat.
Dalam menghadapi tamu, khususnya kaum muda dan remaja, ia selalu menasehatkan agar selalu berbakti pada kedua orang tua (birul walidaian). Ia selalu menceritakan akan kedudukan dan kebesaran yang tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”Ridha Allah itu tergantung dari ridha orang tua dan murka Allah juga tergantung keduanya.”
Habib Husain menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW juga memberikan ancaman kepada anak-anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya, seperti hadits.”Tiga macam dosa yang surga diharamkan oleh Allah SWT untuk dimasukinya yaitu orang yang selalu minumm khamer, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, dan dayyuth (orang yang sengaja memelihara pelacur atau orang yang membiarkan isterinya melacur).
Daya pikir nya sangat luas. Ini terpancar dari kata-kata yang senantiasa terpancar penuh hikmah dan ilmu.
Habib Husain sangat menghormati tamu-tamunya. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat melayani dan menghormati tamu, menimba air untuk mengisi kamar mandi di tengah malam sebelum shalat malam, semuanya ia lakukan sendiri bahkan melarang orang lain untuk melakukan hal itu.
Ia juga sangat memperhatikan keadaan kaum muslimin dengan sungguh-sungguh. Apabila ia mendengar kabar yang menyenangkan dari mereka, ia sangat gembira. Tetapi sebaliknya, jika mendengar berita yang tidak baik dan menyusahkan, ia sangat sedih namun ia langsung mendoakanya semoga kaum muslimin dijauhkan dari bala dan bencana.
Selain itu, ia dikenal sangat memperhatikan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan kemauannya untuk membantu sekolah-sekolah Islam….Perasaan gembira dan senang akan timbul bila mendengar berita akan kemajuan pendidikan agama mereka, tetapi ia akan marah dan menyesal bila mereka tidak mengindahkan dan menomorsatukan pendidikan umum(duniawiyah), yang mana nantinya mereka akan menangis darah dan menyesal selamanya jika menyaksikan putra-putri mereka jauh dari agama Islam dan bahasa Arab.
Puncak ketekunan dalam beribadah adalah istiqamah dan ikhlas. Kebiasaan yang tidak pernah ia tinggalkan yaitu bangun tengah malam untuk bertahajud dan munajat kehadhirat Allah SWT.
Kejadian yang luar biasa pada seorang wali Allah, atau karamah dan yang menherankan serta mengejutkan ini juga terjadi pada Habib Husain. Walaupun ia tidak suka mengatakan dan menyebutkannya. Ia memiliki sifat kasyaf(mejyingkap hati seseorang) atas izin Allah.
Pernah terjadi pada orang yang sangat dekat dengannnya. Ketika itu sahabatnya sedang menunaikan ibadah haji dan saat melaksanakan thawaf ia terjatuh. Saat terjatuh itulah, pertolongan Allah datang, dan ia mendapati dirinya didekat Habib Husain. Setelah sadar, orang tersebut mendapati Habib Husain berada disampignya dan mengatakan bahwa dialah yang telah membantu kecelakaan itu.
Amaliyah ibadahnya, diantaranya bertafakur (merenungkan segala ciptaanAllah dengan memperhatikan segala rahasia dan keajaiban yang terkandung di dalamnya). Berdzikir, dimana lisannya tidak pernah bosan dan kering akan menyebut asma Allah. Setiap detik waktunya, selalu dimanfaatkan untuk mendekatkan diri dengan ketaatan dan ibadah. Praktis, setiap orang yang dating ke Jombang akan mendapatkan banyak faedah dari majelis taklimnya.
Habib Husain sangat disukai oleh segenap lapisan masyarakat yang umum maupun yang khusus dengan penghormatan yang sempurna. Ia sering menasehati orang-orang kaya agar membantu kaum fakir miskin dan mengingatkan akan ancaman kepada yang bakhil dan kikir. Bagi mereka yang menuruti nasehat nya, maka majulah perdagangannya, tapi sebaliknya, bagi yang bakhil dan kikir, harta benda mereka tertimpa kemusnahan, kehancuran dan kepailitan.
Habib Husain banyak mempunyai andil dalam pembangunan masjid-masjid dan madrasah diniyah diantaranya seperti masjid Araudhoh di kota Jombang dan Madrasah Islamiyah di Gresik.
Sesungguhnya bila diamati, pada hakekatnya Habib Husain terkenal dengan akhlaq, amal perbuatan serta sifat-sifat baik beliau mengisi kehidupannya antara ibadah kepada Allah dan memberi faedah kepada hamba-hamba-Nya. Memanfaatkan waktu dan umurnya serta membelanjakan harta di jalan Allah sampai akhir hayatnya.
Beliau sangat tawadhu', mengerjakan
sendiri kebutuhannya dan turut membantu pekerjaan istrinya. Di akhir
malam beliau menimba air dari sumur kemudian mengisi sendiri bak
mandinya. Apabila tamunya terbangun karena suara dari sumur di akhir
malam lalu hendak menggantikannya, beliau selalu menolak dan meminta
mereka kembali tidur, dan di pagi hari mereka akan mendapati bak mandi
mereka telah penuh dengan air.Dalam menghadapi tamu, khususnya kaum muda dan remaja, ia selalu menasehatkan agar selalu berbakti pada kedua orang tua (birul walidaian). Ia selalu menceritakan akan kedudukan dan kebesaran yang tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”Ridha Allah itu tergantung dari ridha orang tua dan murka Allah juga tergantung keduanya.”
Habib Husain menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW juga memberikan ancaman kepada anak-anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya, seperti hadits.”Tiga macam dosa yang surga diharamkan oleh Allah SWT untuk dimasukinya yaitu orang yang selalu minumm khamer, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, dan dayyuth (orang yang sengaja memelihara pelacur atau orang yang membiarkan isterinya melacur).
Daya pikir nya sangat luas. Ini terpancar dari kata-kata yang senantiasa terpancar penuh hikmah dan ilmu.
Habib Husain sangat menghormati tamu-tamunya. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat melayani dan menghormati tamu, menimba air untuk mengisi kamar mandi di tengah malam sebelum shalat malam, semuanya ia lakukan sendiri bahkan melarang orang lain untuk melakukan hal itu.
Ia juga sangat memperhatikan keadaan kaum muslimin dengan sungguh-sungguh. Apabila ia mendengar kabar yang menyenangkan dari mereka, ia sangat gembira. Tetapi sebaliknya, jika mendengar berita yang tidak baik dan menyusahkan, ia sangat sedih namun ia langsung mendoakanya semoga kaum muslimin dijauhkan dari bala dan bencana.
Selain itu, ia dikenal sangat memperhatikan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan kemauannya untuk membantu sekolah-sekolah Islam….Perasaan gembira dan senang akan timbul bila mendengar berita akan kemajuan pendidikan agama mereka, tetapi ia akan marah dan menyesal bila mereka tidak mengindahkan dan menomorsatukan pendidikan umum(duniawiyah), yang mana nantinya mereka akan menangis darah dan menyesal selamanya jika menyaksikan putra-putri mereka jauh dari agama Islam dan bahasa Arab.
Puncak ketekunan dalam beribadah adalah istiqamah dan ikhlas. Kebiasaan yang tidak pernah ia tinggalkan yaitu bangun tengah malam untuk bertahajud dan munajat kehadhirat Allah SWT.
Kejadian yang luar biasa pada seorang wali Allah, atau karamah dan yang menherankan serta mengejutkan ini juga terjadi pada Habib Husain. Walaupun ia tidak suka mengatakan dan menyebutkannya. Ia memiliki sifat kasyaf(mejyingkap hati seseorang) atas izin Allah.
Pernah terjadi pada orang yang sangat dekat dengannnya. Ketika itu sahabatnya sedang menunaikan ibadah haji dan saat melaksanakan thawaf ia terjatuh. Saat terjatuh itulah, pertolongan Allah datang, dan ia mendapati dirinya didekat Habib Husain. Setelah sadar, orang tersebut mendapati Habib Husain berada disampignya dan mengatakan bahwa dialah yang telah membantu kecelakaan itu.
Amaliyah ibadahnya, diantaranya bertafakur (merenungkan segala ciptaanAllah dengan memperhatikan segala rahasia dan keajaiban yang terkandung di dalamnya). Berdzikir, dimana lisannya tidak pernah bosan dan kering akan menyebut asma Allah. Setiap detik waktunya, selalu dimanfaatkan untuk mendekatkan diri dengan ketaatan dan ibadah. Praktis, setiap orang yang dating ke Jombang akan mendapatkan banyak faedah dari majelis taklimnya.
Habib Husain sangat disukai oleh segenap lapisan masyarakat yang umum maupun yang khusus dengan penghormatan yang sempurna. Ia sering menasehati orang-orang kaya agar membantu kaum fakir miskin dan mengingatkan akan ancaman kepada yang bakhil dan kikir. Bagi mereka yang menuruti nasehat nya, maka majulah perdagangannya, tapi sebaliknya, bagi yang bakhil dan kikir, harta benda mereka tertimpa kemusnahan, kehancuran dan kepailitan.
Habib Husain banyak mempunyai andil dalam pembangunan masjid-masjid dan madrasah diniyah diantaranya seperti masjid Araudhoh di kota Jombang dan Madrasah Islamiyah di Gresik.
Sesungguhnya bila diamati, pada hakekatnya Habib Husain terkenal dengan akhlaq, amal perbuatan serta sifat-sifat baik beliau mengisi kehidupannya antara ibadah kepada Allah dan memberi faedah kepada hamba-hamba-Nya. Memanfaatkan waktu dan umurnya serta membelanjakan harta di jalan Allah sampai akhir hayatnya.
Demikianlah kehidupan Habib Husein, beliau banyak berdzikir dan bertafakur, serta tenggelam dalam berbagai ibadat dan kegiatan memikirkan umat. Sampai pada malam ahad, tanggal 21 Jumadil Awwal 1376 H, beliau meninggal dunia di kota Jombang pada Usia 74 tahun.
Setelah shalat ashar, jenazah beliau disholatkan oleh Habib Ahmad bin Gholib Al-Hamid dengan jamaah yang sangat banyak dari berbagai kota. Kemudian, berdasrkan wasiat dari beliau sendiri, jasad beliau dibawa ke kota Tegal untuk di kuburkan di samping makam ayahnya, Habib Muhammad bin Thahir, setelah sebelumnya dishalatkan lagi oleh jamaah yang banyak dari berbagai kota dengan Imam Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi.
Persahabatan Habib Husein bin Muhammad al-Haddad dengan Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi.
Ketika Abdul Qadir bin Umar Maulakheila mendengar kedatangan Habib Husein ke kota Solo dari Jakarta tak lama setelah kematian kakak beliau Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, ia segera pergi ke rumah Sa'id Umar Sungkar karena Habib Husein tinggal disana. Ia berniat untuk mengundang Habib Husein untuk menengok rumah barunya. Begitu sampai di rumah Sa'id Umar, sebelum ia sempat mengutarakan niatnya, Habib Husein berkata : Wahai Abdul Qadir, Insya Allah aku akan datang ke rumah barumu untuk mengucapkan selamat atas rumahmu yang penuh berkah itu."
"Itulah keinginan dan harapanku. Kedatanganku ini selain untuk menyambut kedatanganmu, juga untuk memintamu memuliakan rumahku. Namun, belum sempat kuutarakan niatku, engkau telah mengabulkan permintaanku. Semoga Allah swt membalasmu dengan kebaikan." Ucap Abdul qadir.
Hari selasa, Abdul Qadir mendengar bahwa Habib Husein berkunjung ke rumah Abdullah bin Salim Assegaf. Ia lalu pergi kesana untuk menghadiri majelis dan untuk menagih janji Habib Husein. Ketika melihat Abdul qadir, Habib Husein berkata, "Sebenarnya hari ini aku berniat ke rumahmu, tapi aku sudah terlanjur janji kepada seseorang."
"Ketika mengetahui engkau akan berkunjung ke rumah Abdullah bin Salim, aku yakin engkau akan mampir ke rumahku. Karena itu aku memberitahu Sayyid al-Walid Alwi bahwa engkau akan singgah ke rumahku. Sayyid al-Walid Alwi berkata bahwa beliau akan hadir dalam majelis di rumahku," kata Abdul Qadir.
"Jika demikian halnya, maka majelis yang akan dihadiri oleh Akh Alwi tidak dapat diganti (diqadha). Aku akan mengutus seseorang untuk menunda janjiku dengan orang tersebut."
Abdul Qadir lalu memberitahu Sayyid Alwi bahwa Habib Husein akan datang ke rumahnya. Beliau merasa senang lalu mengenakan pakaian lengkap dan pergi ke rumah Abdul Qadir. Beliau duduk menanti Habib Husein. Tak lama kemudian Habib Husein datang. Sayyid Alwi menyambutnya dengan penuh penghormatan. Beliau duduk bersila sangat dekat di hadapan Habib Husein. Sedang Habib Husein duduk seperti duduknya orang sedang attahiyat dalam shalat. Majelis berlangsung singkat, tapi sangat agung. Dari lisan keduanya hanya terdengar beberapa kalimat. Kadangkala suara keduanya terdengar terdengar keras. Para hadirin mendengarkan dengan penuh perhatian, tapi mereka tidak mengerti apa yang sedang mereka perbincangkan. Hanya saja, kebahagiaan yang dirasakan kedua habib ini meliputi semua yang hadir. Sesekali wajah keduanya berseri, senyum simpul tersungging di bibir. Keduanya tampak terlibat dalam pembicaraan yang penting tapi juga menyenangkan. Dari beberapa kalimat yang tertangkap, keduanya membicarakan hal dan kedudukan mulia para salaf yang saleh.
Ketika akan berpisah, seperti biasa, keduanya berpelukan cukup lama diiringi isak tangis yang membuat setiap orang yang menyaksikan terharu meskipun hati mereka telah membatu. Sayyid Alwi hendak bangkit untuk mengantarkan, tapi Habib Husein selalu menolak. Beliau bahkan melarang Sayyidi Alwi bangkit dari tempat duduknya. Habib Husein kemudian berjalan mundur. Beliau tidak mau membelakangi Sayyidi Alwi. Beliau tidak berpaling kecuali keluar dari pintu.
Selama dalam majelis keduanya saling merendahkan diri dan saling mengambil ilmu dan manfaat. Tidak diragukan bahwa ini adalah sifat kaum shiddiqin, kedudukan ahli tamkin, ahli ainul yaqin dan haqqul yaqin.
( Dikutip dari Buku menjemput Amanah )
Komentar
Posting Komentar